Gie

Aku ingin menyampaikan sesuatu, tapi tidak mampu.

Beberapa kali tersenyum tipis saat mengenang bagaimana caramu mengingat semua yang aku suka.

Lampu jalanan, jembatan penyeberangan, musik yang sendu, dan sisa hujan dengan segala aroma masa lalu yang menyertainya.

Aku pernah sesuka itu padamu. Jika mungkin kau mengetahuinya.

Tapi aku sempat memutuskan untuk tidak melangkah lebih dari yang aku mampu, dan menghargai setiap rasa yang aku miliki dengan membersamai yang memang melihatku penuh sayang.

Tatapan yang tak pernah kau beri.

Senyum yang tak pernah kau balas.

Perhatian yang tak pernah kau lihat.

Keinginan memilikimu yang tak pernah kau hargai.

Jika berbicara mengenai penyesalan, aku tidak menyesal mengenalmu. Juga semua harapan yang pernah ku sampaikan kepadamu.

Aku pernah bercerita tentangmu pada banyak orang, yang tanpa tahu cerita kita, tiba-tiba mereka mendoakan doa terbaik yang pernah ada untuk sepasang manusia.

Kupikir, doa itu akan sampai kepadamu. Tapi langit berkata lain.

Tuhan, jika dia bukan jodohku. Maka jauhkanlah.

Itulah yang sering ku tambatkan dalam hatiku waktu itu, beserta semua keberanian untuk melepas semua perasaan dan mengubahnya menjadi canda yang satir.

Hingga detik di mana aku ingin mendengar kalimat yang aku impikan dari mulutmu, kau justru membuatku kembali menampar masa laluku.

Aku membaca percakapan terakhir kita, dan aku membenci semua perilakumu di sana.

Penyesalan yang seolah kupendam sendirian, rasa suka yang seolah kubawa sendirian, rasa rindu yang tampaknya hanya milikku seorang.

Jika boleh…

Bisakah aku membencimu saja?

Daripada hanya mengira-ngira semua perlakuanmu padaku yang tak kupahami maksudnya.

Gie, tahukah kau ini tentangmu?

Tinggalkan komentar